2.17.2008

Cerita dari Sahabat

Jayapura, 17 Februari 2008

Suatu hari penulis sedang chat dengan seorang sahabat dari pulau seberang. Ia seorang jomblo dan ia juga berprofesi sama seperti penulis yakni sebagai seorang guru di sebuah sekolah di daerahnya. Ia juga salah satu guru termuda di sekolah tempat ia bekerja. Umurnya pun baru 20 tahun. Maklum saja, karena pria yang satu ini memiliki bakat dan kemampuan di bidangnya sehingga ia diterima di sana.

Sewaktu kami chatting, ia bercerita tentang dirinya, keadaan lingkungn tempat ia berada, dan sesekali curhat mengenai persoalan yang dihadapinya. Namun saat ini ia sedang dihadapkan dengan satu persoalan yang menurutnya rumit dan ia membutuhkan bantuan penulis. Singkat cerita, setelah mendengar cerita darinya. Penulis pun agak kesulitan mencari solusinya. Kemudian terpikirkan oleh penulis untuk menceritakan persoalannya ke dalam blog milik penulis. Sebelumnya penulis meminta ijin kepadanya karena tidak sopan rasanya kalau penulis belum meminta ijin. Ia pun mengijinkan dan membolehkan agar cerita tentang dirinya dimasukkan ke dalam blog penulis. Akan tetapi ia juga memberikan syarat agar penulis tidak menyebutkan identitas dirinya yang asli.

Nah, para pembaca sekalian, penulis akan bercerita tentang persoalan sahabat penulis ini. Para pembaca dapat memberikan masukan atau solusi kepada sahabat penulis ini dengan menuliskannya pada bagian komentar (comment). Nantinya masukan atau solusi dari para pembaca juga akan dibaca oleh sahabat penulis sebagai masukan dalam memecahkan solusi yang dihadapinya.

Namun, sebelum memulai, dengan kerendahan hati penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya apabila dalam cerita ini terdapat kesamaan nama, tempat, keadaan, atau hal lain karena sesungguhnya tidak ada maksud untuk merugikan siapa atau apapun. Nama yang disebutkan hanyalah nama samaran, bukan nama aslinya. Ini hanyalah sebuah curahan hati dari seorang sahabat. Baiklah, berikut ini ceritanya.

Sahabat penulis, sebut saja Setia (bukan nama sebenarnya), belakangan ini ia baru menyadari bahwa ia sedang jatuh cinta pada seorang gadis, sebut saja Gheiva (bukan nama sebenarnya). Seperti yang telah penulis sebutkan di atas, Setia adalah seorang guru muda yang baru berumur 20 tahun dan masih jomblo, sedangkan Gheiva adalah salah seorang siswi bimbingan Setia dan ia berumur 17 tahun.

Saat ini Setia merasa bingung, bimbang, gundah, gelisah, dan agak sedikit panik. Terlebih lagi beberapa hari ini dalam tidurnya ia sering memimpikan Gheiva berada di sisinya. Mungkin para pembaca bisa menebak mengapa ia seperti demikian?

Ya, Setia menjadi seperti itu karena pertama, ia jatuh cinta pada Gheiva yang ternyata siswi bimbingannya sendiri. Mmmm....bisa dikatakan seorang guru muda yang sedang jatuh cinta kepada siswinya. Setia menyukai Gheiva karena ia gadis yang pandai, kreatif, dan berani dalam mengemukaan pendapat. Selain itu, Gheiva juga memiliki wajah yang cantik.

Alasan kedua yang membuat Setia bingung adalah sebenarnya ia ingin sekali mengungkapkan perasaannya pada Gheiva, tetapi ia masih ragu. Ia ragu karena posisi dirinya saat ini yang sebagai guru pembimbing dan Gheiva sebagai siswi bimbingannya. Tentunya ada hal baik dan hal buruk yang membuatnya menjadi ragu. Hal baik yang dipikirkannya yaitu apabila ia mengungkapkannya – entah Gheiva akan memberikan respon balik atau tidak – tidak akan menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan mereka. Ia juga berpikiran, dengan berada di dekatnya, hal baik yang akan terjadi adalah Gheiva menjadi lebih termotivasi dalam belajar dan berkreativitas. Namun, hal buruk yang menjadi beban pikirannya adalah jika ia mengungkapkan perasaannya kepada Gheiva – entah direspon balik atau tidak – akan berdampak negatif terhadap lingkungan mereka. Apalagi bila sampai membuat prestasi belajar dan kreativitas Gheiva menurun.

Alasan ketiga masih berkaitan dengan kedua alasan tadi. Setia dihadapkan dengan dua pilihan yang membuat dirinya bimbang. Pilihannya yaitu apakah ia harus mengungkapkan perasaannya kepada Gheiva pada saat-saat ini? Dalam artian lebih cepat. Ataukah sebaiknya menunggu hingga Gheiva lulus dari sekolahnya? Kedua pilihan itu yang menjadikan ia merasa gelisah, bahkan terkadang ia merasa sedikit panik bila kedua pertanyaan itu muncul dalam benak pikirannya di sela-sela kesibukannya.

Pilihan pertama mengharuskannya berpikir kembali tentang alasan kedua, alasan sebelumnya yang sudah penulis sebutkan di atas. Setia pun sangat pusing jika dihadapkan dengan pilihan kedua. Sebab, ia juga berpikir apabila ia menunggu hingga Gheiva lulus, apakah ada harapan Gheiva menerimanya, ataukah sudah ada pria lain di hati Gheiva?

Demikian para pembaca sekalian, cerita dari seorang sahabat penulis yang sedang dihadapkan dengan persoalan yang rumit. Dan sampai saat tulisan ini penulis publikasikan, ia belum bisa mengambil keputusan, apakah yang sebaiknya ia lakukan. Oleh karena itu, setelah membaca cerita di atas, diharapkan kepada para pembaca untuk dapat memberikan saran, masukan, atau solusi sehingga ia dapat mengambil keputusan yang terbaik. Sahabat penulis ini merasa sangat berterima kasih atas segala masukan yang diberikan para pembaca kepadanya.

Tiada gading yang tak retak, tidak ada manusia yang sempurna, karena sesungguhnya kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT. Sekali lagi, dengan kerendahan hati penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya jika terdapat kesalahan kata yang kurang berkenan di hati. Penulis juga memohon maaf apabila terdapat kesamaan nama, tempat, keadaan, atau hal lain. Sejujurnya tidak ada maksud hati untuk merugikan siapa atau apapun karena ini hanyalah sebuah curahan hati dari seorang sahabat.

Akhir kata penulis ucapkan Terima Kasih.

-ST’One